”Saya sangat kaget Pak, ternyata suami saya selingkuh. Ia menjalin
hubungan perselingkuhan dengan teman kerjanya”, ungkap bu Sinta* di
ruang konseling Jogja Family Center (JFC). Ia menangis histeris saat
menceritakan perempuan yang menjadi selingkuhan suaminya, karena
ternyata iapun mengenalnya.
”Saya mengenalnya selama ini sebagai orang baik-baik saja. Ia bahkan
beberapa kali silaturahim ke rumah kami, sehingga iapun mengenal
keluarga kami dengan baik. Tidak menyangka ia tega merusak kebahagiaan
keluarga kami”, lanjutnya dengan berlinang air mata.
Apa yang terjadi pada suami bu Sinta? Ternyata ia tengah jatuh cinta
dengan teman kerjanya. Pak Dewa**, suami Sinta, bukanlah anak muda lagi.
Usianya sudah 52 tahun, anaknya lima, bahkan sudah memiliki dua cucu.
Uban di rambutnya menandakan ia sudah kenyang makan asam garam
kehidupan. Namun, lelaki seusia dia, ternyata masih bisa merasakan jatuh
cinta.
Rupanya jatuh cinta tidak mengenal usia. Bisa terjadi pada anak muda
belia, bisa terjadi pada orang lanjut usia. Sebenarnya, bagaimana
memahami fenomena jatuh cinta? Bagaimana Pak Dewa bisa jatuh cinta pada
teman kerjanya, padahal teman itu juga sudah memiliki suami dan
anak-anak?
Memahami Perubahan Perasaan
Jatuh hati atau jatuh cinta, saya sebut sebagai tahap ketiga dari
perasaan manusia kepada pasangan jenisnya. Ini untuk menyederhanakan
pembagian atau pentahapan perasaan. Saya sebut sebagai
pasangan jenis,
karena Tuhan menciptakan laki-laki dan perempuan adalah berpasangan,
bukan berlawanan. Jadi istilah yang tepat untuk laki-laki dan perempuan
bukan lawan jenis, melainkan pasangan jenis.
Tahap pertama dari perasaan seseorang kepada pasangan jenisnya adalah
simpatik atau
ketertarikan hati,
yaitu respon dan apresiasi positif kepada pasangan jenis. Misalnya
seorang perempuan mengatakan, “Saya senang bergaul dengan Budi, karena
orangnya baik dan bisa dipercaya”. Atau seorang lelaki mengatakan, “Saya
senang berteman dengan Lina, karena orangnya ramah dan pandai
berkomunikasi”.
Perasaan tahap pertama ini bersifat masih sangat umum, walaupun sudah
mengarah kepada respon dan apresiasi yang positif. Sebab di sisi lain
ada respon negatif, misalnya ungkapan seorang perempuan ”Saya jengkel
sekali dengan Iwan. Orangnya tidak bisa dipercaya dan semau sendiri”.
Atau ungkapan seorang lelaki, ”Saya tidak suka berteman dengan Reni,
karena orangnya sombong dan tinggi hati”. Nah, ini contoh perasaan yang
tidak simpatik.
Apabila perasaan simpatik ini dipelihara, ditambah dengan adanya
interaksi dan komunikasi yang rutin serta intensif, maka memiliki peluang untuk meningkat kepada tahap kedua, yang saya sebut sebagai
kecenderungan hati.
Pada tahap ini, seseorang mulai mendefinisikan perasaannya kepada
pasangan jenis, namun belum sampai memastikan. Misalnya seorang lelaki
mengatakan, ”Saya cocok kalau menikah dengan Wati, dia adalah tipe
perempuan idaman saya”. Artinya, lelaki ini telah memiliki kecenderungan
hati kepada Wati.
Demikian pula jika seorang perempuan mengatakan, ”Saya mau menjadi
istrinya Darmawan. Dia lelaki harapan saya”. Artinya, perempuan ini
telah memiliki kecenderungan hati kepada Darmawan. Pada tahap kedua ini,
perasaan semakin kuat pada pasangan jenis yang diharapkan akan menjadi
pendamping hidupnya. Sifat perasaan pada tahap kedua ini masih cenderung
rasional, masih bisa dikendalikan, dan masih bisa menerima masukan.
Apabila kecenderungan hati ini dipelihara, ditambah adanya
interaksi dan komunikasi rutin serta intensif, memiliki peluang untuk memasuki tahap ketiga, yaitu jatuh hati atau
ketergantungan hati. Sebagian orang menyebut dengan
falling in love,
jatuh cinta. Pada tahap ini, seseorang telah memastikan hubungan dengan
pasangan jenis yang diharapkan menjadi pendamping hidupnya. Seorang
lelaki mengatakan, ”Dian adalah satu-satunya perempuan ideal bagiku,
tiada yang lain. Saya akan menikahinya”. Atau seorang perempuan
mengatakan, ”Karim adalah satu-satunya lelaki ideal bagiku. Rasanya aku
tak sanggup berpisah dengannya”.
Ya, inilah jatuh hati. Perasaan pada tahap ketiga ini tidak
terdefinisikan, sulit dikendalikan, dan bercorak tidak rasional. Vina
Panduwinata mengatakan, ”Ternyata asmara tak sama dengan logika”. Siti
Nurhaliza mengungkapkan, jatuh cinta itu ”Tidur tak lena, mandi tak
basah”. Saya menyebut tahap ini sebagai jatuh hati, karena hatinya telah
jatuh ke pangkuan pasangan jenis yang diidamkannya. Saya sebut juga
sebagai ketergantungan hati, karena hati telah tergantung kepada seorang
calon pendamping hidup. Sudah sulit untuk berpindah atau berpaling ke
lain hati.
Perilaku Tidak Rasional
Pada tahap ini, seseorang sudah sulit menerima masukan dari orang
lain. Apabila dikatakan kepada seorang perempuan, ”Hati-hati kamu
berinteraksi dengan Andi, dia itu tipe lelaki playboy, suka
berganti-ganti pacar”. Pada tahap ketiga ini, perempuan tersebut akan
melakukan pembelaan secara emosional, tidak rasional. Biasanya dia akan
mengatakan, ”Kamu tidak mengerti siapa Andi. Aku yang lebih mengerti
tentang Andi. Dia tidak seperti yang kamu tuduhkan”.
Jika lelaki telah berada pada tahap ketiga ini, ia akan sulit
mengontrol perilakunya kepada perempuan yang dicintai. Jika ada yang
memberi nasihat, ”Ingat, kamu kan sudah punya anak istri. Mengapa kamu
masih mencari perempuan lain lagi? Apalagi dia bukan tipe perempuan yang
cocok untuk kamu,” maka lelaki ini akan melakukan pembelaan. ”Kamu
selalu mencurigai orang lain. Dia itu perempuan terbaik yang pernah aku
jumpai. Dia bisa mengerti kemauanku, tidak seperti istriku yang tidak
pernah mengerti dan bisanya hanya menuntut”.
Demikian pula ketika seorang perempuan berada pada tahap ketiga ini,
ia sangat sulit menjaga perasaannya. Keinginan memiliki bahkan menguasai
lelaki yang menjadi kekasihnya telah menggelapkan hati dan pandangan
matanya. Walau ia telah memiliki suami dan anak-anak, namun ia tidak
pedulikan mereka semua. Bahkan ia tidak peduli resiko yang akan dihadapi
apabila perselingkuhannya tersebut diketahui suami dan anak-anak. Ia
berada dalam suasana hati yang sangat sulit menerima masukan dari orang
lain.
Pada tahap ketiga ini, segala sesuatu yang dimiliki, disukai atau
kebiasaan seseorang yang dicintai, akan selalu menjadi perhatian secara
spontan. Misalnya lagu, makanan, pakaian, warna yang disukai orang yang
dicintai, akan selalu menjadi perhatiannya. Suara motor, suara mobil,
bahkan bunyi klakson akan sangat dikenalinya. “Itu bunyi klakson mobil
kekasihku”, begitu respon spontan saat mendengar bunyi klakson yang
khas.
Seseorang yang jatuh cinta memiliki energi, semangat dan pengorbanan
yang besar, tanpa perhitungan. Dia bisa telepon berjam-jam, yang berarti
menghabiskan banyak pulsa dan banyak waktu, namun tidak terasa dan
tidak dihitung sebagai kerugian. Dia tidak merasa capek untuk mengantar
kekasihnya ke manapun pergi. Pada titik ini, seseorang menjadi
berperilaku tidak rasional, walaupun dalam kehidupan normal ia adalah
orang sangat mengedepankan rasionalitas.
Hati-hati Menjaga Hati
Jangan bermain-main dengan hati dan perasaan Anda terhadap pasangan
jenis. Orang Jawa mengatakan “sembrana agawe kulina”, atau “witing
tresna jalaran saka kulina”. Semula hanya iseng (sembrana), tidak
serius. Mungkin sekadar bercanda, bercerita, lama-lama menjadi kebiasaan
dan terbiasa (kulina). Jika sudah berlanjut menjadi kebiasaan, maka
Anda akan berada dalam suasana keterjebakan perasaan. Dua hati bertaut
yang sangat rumit suasananya, terutama pada pasangan kekasih yang
sama-sama sudah berkeluarga.
Ingat suami, ingat istri, ingat anak-anak, ingat keluarga besar,
ingat posisi Anda di tempat kerja dan masyarakat. Hubungan gelap seperti
itu bisa menghancurkan semua hal yang sudah Anda bangun bertahun-tahun,
bahkan puluhan tahun. Kredibilitas sebagai pemimpin, kehormatan sebagai
suami, penghargaan sebagai orang tua, kebanggaan keluarga besar, posisi
dan jabatan di tempat kerja, semua bisa hilang dan sirna karena cinta
buta. Sekejap saja hilangnya.
Saya bertemu seseorang yang dicopot dari tempat kerjanya karena
affair di kantor. Saya pernah pula bertemu seseorang yang dikeluarkan
dari organisasi karena cinlok, padahal ia telah merintis organisasi
tersebut sejak kecil hingga sekarang sudah sangat besar. Saya bertemu
pula dengan seseorang yang kehilangan jabatan, kehilangan keluarga,
kehilangan kepercayaan masyarakat, karena cinta buta pada istri orang
lain.
Hati-hatilah menjaga hati. Jangan mudah jatuh hati. Ingat jatuh cinta sanggup membutakan mata hati Anda.
* Bu Sinta, dan ** Pak Dewa, bukan nama sebenarnya.