Apa itu DM alias kencing manis?
DM adalah suatu gangguan metabolik dalam tubuh, yang disebabkan karena kurangnya hormon insulin atau resistensi reseptor insulin,
atau keduanya, sehingga kadar gula darah meningkat di atas normalnya.
Insulin sendiri adalah suatu senyawa endogen yang memiliki berbagai
fungsi, salah satunya adalah membantu transport glukosa dari dalam darah
masuk ke dalam sel-sel tubuh yang membutuhkan. Dengan kurangnya jumlah
insulin tubuh, atau kurangnya aktivitas reseptor insulin, maka glukosa
yang berasal dari makanan yang kita makan akan tetap tinggal dalam
darah. Darah jadi terasa manis, bahkan glukosa itu pun terbawa sampai ke
urin, jadilah pipis kita manis. Makanya dikasih nama “kencing manis”.
Penyakit ini umumnya dgolongkan menjadi 2 tipe besar, yaitu DM tipe 1 dan DM tipe 2. DM tipe 1 adalah yang disebabkan karena kerusakan pankreas sehingga tidak bisa menghasilkan insulin sama sekali. DM tipe ini disebut juga DM tergantung insulin, karena pengobatan utamanya adalah insulin itu sendiri yang diberikan dari luar tubuh. Sedangkan
DM tipe 2 adalah yang disebabkan karena “malasnya” pankreas
menghasilkan insulin sehingga jumlah insulin kurang, atau kalaupun
pankreasnya masih memproduksi insulin secara normal, insulinnya tidak
banyak berguna karena reseptornya “ngadat” bekerja alias resisten. Untuk
itu pengobatannya adalah obat-obat yang bisa memicu produksi insulin
atau mengaktifkan reseptor insulin (istilahnya meningkatkan sensitivitas
reseptor insulin). DM tipe 1 umumnya terjadi karena gangguan sistem
imun dan diidap sejak masa kanak-kanak. Tentunya mereka akan tergantung
insulin dari luar selama hidupnya, karena tubuhnya tidak menghasilkan
insulin sama sekali. Untungnya jumlah DM tipe ini tidak banyak, mungkin
berkisar 5-10% dari jumlah kasus DM secara total. Sedangkan DM tipe 2
lebih banyak jumlahnya, dan umumnya diidap ketika dewasa atau menjelang
tua, dan terkait dengan faktor risiko lain yaitu obesitas, pola makan dan gaya hidup kurang sehat (banyak makan, kurang olahraga), dan stress (tekanan
hidup). DM tipe 2 ini relatif masih bisa dikontrol dengan menggunakan
obat dan mengubah gaya hidup (diet, olah raga, dll).
Ada
lagi jenis DM yang khusus dijumpai pada wanita hamil, walaupun tidak
semua wanita hamil akan mengalami hal ini, yang disebut DM gestasional.
Umumnya seusai melahirkan, DM ini akan sembuh sendiri. Tapi perlu
diwaspadai, karena kejadian DM saat hamil tentu mengandung risiko juga
terhadap bayinya, sehingga perlu penanganan tersendiri yang aman bagi
ibu maupun janinnya.
Mengapa obesitas bisa meningkatkan risiko DM ?
Peningkatan
berat badan dapat menyebabkan resistensi insulin, dan seorang gendut
yang non-DM memiliki derajat resistensi yang sama dengan pasien DM tipe 2
yang kurus. Sebuah penelitian menunjukkan bahwa pada seorang non-DM,
terjadi juga penurunan sensitivitas reseptor insulin ketika Indeks Massa
Tubuh (IMT)nya meningkat dari 18 kg/m2 menjadi 38 kg/m2. Peningkatan
resistensi insulin ini nampaknya berkaitan erat dengan jumlah jaringan
lemak dalam rongga tubuh yang disebut jaringan adiposa visceral (Visceral adipose tissue = VAT).
Jaringan
adiposa visceral adalah sel-sel lemak yang berlokasi di dalam rongga
perut. Sel-sel ini mewakili 20% lemak pada pria, dan 6% pada wanita.
Jaringan lemak ini memiliki kecepatan lebih tinggi dalam proses
peruraian lemak (lipolisis) ketimbang lemak yang ada di daerah subkutan
(bawah kulit), menghasilkan peningkatan jumlah asam lemak bebas. Asam
lemak bebas ini akan masuk ke sirkulasi darah dan menembus ke hati di
mana mereka akan menstimulasi produksi VLDL (very low density lipoprotein), suatu kolesterol “jahat”, dan akan menyebabkan penurunan sensitivitas reseptor insulin pada jaringan perifer.
Jaringan adiposa visceral ini juga memproduksi suatu senyawa yang disebut sitokin (yaitu TNF-a) yang menyebabkan resistensi insulin.
Jadi…….. yang merasa gempal dan besar nih, perlu berupaya untuk bisa menurunkan BB, untuk menurunkan risiko terjadinya DM.
Bagaimana pengatasannya?
Apakah
DM bisa sembuh ? Hm….. mungkin agak sulit (kecuali Allah berkehendak
lain). Tapi yang bisa dilakukan adalah mengontrol agar kadar gula darah
ada dalam level normal. Pengontrolan bisa dilakukan secara non-obat atau
menggunakan obat. Pengontrolan kadar gula non-obat terutama ditujukan
untuk DM tipe 2, sedangkan untuk DM Tipe 1 nampaknya agak sulit, karena
penyebabnya bukan karena masalah pola makan dan gaya hidup. Untuk DM
Tipe 1, mau nggak mau harus pakai insulin. Sedangkan untuk DM tipe 2,
pilihannya bisa menggunakan insulin atau obat-obat antidiabetes oral
(yang diminum).
Tujuan pengobatan adalah untuk mengurangi komplikasi mikrovaskuler dan makrovaskuler dan
meningkatkan kualitas hidup, serta mengurangi angka kematian. Hal ini
penting karena kadar glukosa yang tidak terkontrol akan meningkatkan
risiko komplikasi mikro maupun makrovaskuler. Mikrovaskuler artinya
pembuluh darah kecil. Kebayang kan…. jika kadar glukosa darah tinggi,
tentu darah menjadi makin kental. Dan itu akan membuat aliran jadi
lambat, bahkan mungkin akan tersumbat. Sumbatan inilah yang akan
menyebabkan kematian sel-sel yang tidak memperoleh pasokan O2 dan
makanan dari pembuluh darah, sehingga menyebabkan berbagai gangguan,
antara lain retinopati (gangguan pada retina mata yang berangsur menyebabkan kebutaan), nefropati (gangguan ginjal), dan neuropati (gangguan persarafan). Sedangkan makrovaskuler artinya pembuluh darah besar, komplikasi DM pada makrovaskuler ini bisa berupa stroke, hipertensi, dan penyakit kardiovaskuler lainnya. Ih… sereem kan?
Nah,
karena itu sangat penting untuk menjaga agar kadar gula darah selalu
dalam level normal. Untuk DM tipe 2, kontrol gula darah dapat dilakukan
dengan perbaikan pola makan dan OR, serta penggunaan obat. Sampai saat
ini, terdapat 6 kelompok obat diabetes oral, yaitu : α-glucosidase inhibitors, biguanides, meglitinides, peroxisome proliferator-activated receptor γ-agonists (disebut juga golongan thiazolidinediones atau glitazones, DPP-IV inhibitors, dan sulfonilurea.
Ada obat yang beraksi meningkatkan sekresi insulin seperti golongan
meglitinides dan sulfonylurea (contohnya : glipizid, gliklazid,
glibenklamid). Ada yang meningkatkan sensitivitas insulin seperti
biguanide (contoh: metformin) dan glitazon (troglitazon, pioglitazon),
dan ada pula yang memiliki mekanisme lainnya (contoh: acarbose).
Obat-obat ini dapat diperoleh dengan resep dokter. Tergantung
berat-ringannya DM, kadang obat ini dipakai secara tunggal, atau bisa
juga kombinasi.
Selain obat DM oral, ada juga insulin,
yang biasanya diberikan dalam bentuk injeksi. Insulin tersedia dalam
berbagai preparat, ada yang beraksi cepat, sedang dan lambat. Jika Anda
mendapatkan injeksi insulin, pastikan Anda bisa menggunakannya dan tau
tempat-tempat mana saja dari tubuh yang bisa menjadi lokasi suntikan
insulin. Hal ini bisa ditanyakan kepada Apoteker. Sekarang ada juga
lho.. insulin dalam bentuk inhalasi (dihirup melalui hidung). Tapi
mungkin belum banyak tersedia di Indonesia.
Berteman dengan diabetes
Kalau
sudah terlanjur kena DM gimana ya? Yah…. pertama jangan sedih, tentu
perlu diterima dengan lapang dada hehe.. Sangat penting untuk
mendisiplinkan diri dalam pengaturan makan, olah raga dan minum obat
secara teratur. Memang bukan ringan….. sebuah thesis mahasiswa yang
belum lama ini aku menjadi pengujinya menemukan bahwa peningkatan
pengetahuan tentang DM dan penatalaksanaannya ternyata tidak selalu
berkorelasi langsung dengan kontrol kadar gula darah yang baik. Bisa
diartikan bahwa… walaupun kita tau bahwa kita nggak boleh makan ini itu,
tapi kadang-kadang kita tidak disiplin terhadap diri sendiri…. “alaaah…
Cuma sedikit kok!, Cuma sekali ini aja kok…” yang ternyata terjadi
berkali-kali… sehingga tau-tau kadar gula darah meningkat….
Jadi
sekali lagi kuncinya adalah disiplin dan patuh pada pengobatan.
Alhamdulillah, kadar glukosa ibuku lumayan terjaga, karena beliau rajin
jalan kaki sebagai olahraganya dan patuh minum obat secara teratur.
Setiap pagi, sedikitnya beliau jalan kaki keliling dusun selama satu
jam. Makannya pun dijaga, padahal dulu beliau suka makanan yang
manis-manis.
Dan sekali lagi.. disiplin.
Jangan sampai jalan kaki satu jam, mampir pasar, pulang-pulang makan
gudeg yang manis, atau lopis ketan dengan saus gula-jawanya yang kental
hehe…..
Oke, semoga bermanfaat….
Baca Juga: Diabetes melitus, insulin, obat antidiabetes, sulfonilurea